Academia Mediore 2016: Pribadi Unggul, Penuh Cinta

Pada tanggal 14 Juli 2016 lalu, aku mengikuti pelatihan kepemimpinan Academia Mediore (AM) yang diadakan oleh Gladi Rohani Keuskupan Agung Semarang (GRKAS) selama 8 hari. Meski pada awalnya aku ragu-ragu apakah ingin mengikuti kegiatan ini dengan pelbagai pertimbangan, setelah dibujuk dan disarankan ibuku untuk mengikuti kegiatan AM ini.

Aku diantar oleh kedua orangtuaku menuju wisma Santhi Dharma ini. Selama perjalanan aku lebih banyak diam karena kurang bersemangat, malas dan takut. Sesampainya di lokasi acara, kami disambut ramah. Sementara papi mami mengobrol dengan bu Retno dan pak Wawan, aku mendaftar di meja pendaftaran dan mengumpulkan barang-barang yang tidak boleh digunakan selama pelatihan berlangsung, seperti HP, rokok, makeup, barang elektronik lain dan dompet.

Setelah mendaftar ulang, mendapatkan nametag, dan penugasan pribadi dari panitia yaitu mengingatkan teman-teman di wisma yang belum mandi, aku segera masuk ke dalam kamar dan mencari tempat tidurku. Di dalam, aku disambut dan disapa dengan sangat ramah. Aku merasa lebih nyaman. Disana, aku berkenalan dengan Bintang, Visca yang dari Lampung, dan seorang lagi yang nantinya kutahu bernama Marsha, karena saat itu penugasan pribadinya adalah tidak boleh berbicara, jadi dia tidak bisa memperkenalkan diri.

Karena teman sekamarku tidak jadi ikut, maka aku dipindahkan ke kamar yang juga hanya berisi satu orang saja. Aku sekamar bersama Rosa, ia berasal dari Purwokerto dan berada di semester 5 di jurusan Pendidikan Matematika yang kampusnya berada tak jauh dari rumahku.

Setelah menaruh barang-barangku, aku keluar untuk mengobrol kembali dengan teman-teman yang baru kukenal ini. Tak lama, lagu tanda masuk sesi berbunyi. Papi mami berpamitan pulang dan aku dengan gugup memasuki aula, duduk bersebelahan dengan orang yang sama sekali baru kulihat. Di dalam aula ini, selain terdapat sound system dan proyektor, terdapat suatu kertas yang diatasnya ditulisi “Dudu” dan ditempeli banyak amplop kecil yang diberi nama-nama kami. Dudu ini berfungsi deperti sms dan bisa digunakan untuk komunikasi antar peserta maupun panitia.

Karena baru dimulai, kami belum langsung memasuki materi utama. Acara sore itu berupa perkenalan, sambutan dan pembukaan AM, serta pemberian sedikit materi oleh seorang narasumber bernama Pak Budi, pria yang merupakan seorang dokter internis ini memberikan kami materi mengenai fenomena masa kini, mulai dari teknologi hingga gaya hidup.

Setelah itu, ada pembagian kelompok. Terdapat tujuh kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Aku masuk dalam kelompok pertama, yaitu kelompok Disiplin, yang terdiri dari aku, Rosa, dan dua teman baruku yaitu Roy dan Kevin. Pengelompokkan ini berguna dalam tugas yang akan diberikan selama 7 hari mendatang, seperti mencucui piring, mempersiapkan misa, kebersihan, dll. Setiap kelompok diberikan sebutir telur yang harus dikumpulkan ketika tim sudah lengkap dan sebelum sesi dimulai. Semakin cepat mengumpulkan, semakin tinggi poin yang didapatkan. Poin ini dapat digunakan sewaktu-waktu. Telur harus dijaga hati-hati oleh anggota kelompok dan tidak boleh pecah hingga hari terakhir nanti.

Setelah dibagi kelompok. Kami diminta dalam kelompok berjalan bersama menuju kapel yang terletak di halaman Santhi Dharma unuk mjsa perdana. Seusai misa, kami diajak berkumpul bersama pendamping kelompok kami. Di dekat aula, kami berkumpul bersama Mas Rizal, pendamping kelompok kami. Kami berkumpul dan mengobrol, berusaha mengakrabkan diri satu sama lain. Kami juga memilih ketua kelompok kami, dan yang terpilih adalah Roy.

Seusai berkumpul bersama kelompok, kami diperbolehkan untuk beristirahat menyiapkan diri untuk keesokkan hari.

Di hari ke-2 aku mengikuti AM, kami mempelajari materi mengenai katolisitas dan spiritualitas bersama 3 narasumber, yaitu romo Mutiara Andalas, Mas Berto dan Mas Benny.Hal yang menarik di hari ke-2 ini adalah dinamika yang terjadi dalam makan siang dan makan malam. Pada makan siang, kami diajak untuk merasakan penderitaan teman-teman difabel. Kami diminta makan dengan 2 keterbatasan. Aku memilih kaki pincang dan tangan kiri tidak dapat digunakan. Lalu saat makan malam, kami harus membeli peralatan dan makanannya dengan poin yang sudah berhasil kami kumpulkan. Disini, kami dilatih supaya kami lebih peduli dengan kelompok lain, rendah hati, yang tidak sengaja sudah memecahkan telurnya di hari pertama, dan mendapatkan denda -500, sehingga mereka hanya memiliki poin sebanyak 100, yang tidak akan cukup untuk membeli makanan apapun. Kami dari kelompok lain yang memiliki poin lebih banyak dengan sukarela memberikan poin kami agar mereka dapat membeli makanan yang tersedia.

Hari ke-3 acara AM cukup berbeda. Kali ini, kami diajak pemateri hari itu, mas Gemak, untuk melakukan studi ekskursi untuk mengetahui kehidupan kaum Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir, dan Difabel (KLMTD). Kami dibagi menuju beberapa pasar yang berbeda dengan bekal uang yang tidak banyak dan kami tidak diperkenankan menggunakan barang-barang yang mencolok, tidak boleh membawa tas, dompet dan alat komunikasi kami juga disita. Aku ditugasi untuk pergi ke pasar Gamping  dibekali dengan secarik kertas berisi cara supaya aku dapat mencapai pasar tersebut, dan selembar uang Rp.20.000. Awalnya, aku berangkat bersama dengan 6 teman lain yang juga bertujuan ke pasar Gamping dengan bus Prayogo sesuai dengan panduan di kertas. Di bus, kami terkejut bahwa masing-masing dari kami diminta unuk membayar Rp. 5.000, padahal menurut seorang nenek yang sudah biasa naik bus itu, biayanya biasa hanya Rp.4.000. Maka dari itu, kami memprotes dan memohon agar kami membayar dengan harga yang semestinya. Setelah tawar menawar dengan kenek yang berlangsung alot, dengan berat hati (dan mengomel) kami diperbolehkan membayar Rp. 4.000 per orang.

Sesampainya di pertigaan Demak Ijo, kami berpamitan kepada teman lain dan segera turun. Kami memutuskan untuk mencoba menebeng di pick up yang sekiranya pengendaranya cukup baik hati untuk mengantar kamj hingga sampai di pasar. Setelah beberapa lama berjalan, kami menemukan pickup yang bersedia mengantar kami hingga tujuan.
Ketika awal menjalankan tugas studi ekskursi ini, aku merasa sangat takut dan khawatir. Berbagai pikiran buruk berseliweran di kepalaku. Namun ternyata hal-hal buruk itu tidak terjadi. Bahkan kami mendapatkan kekompakan dalam kesusahan kami. Kami mendapatkan cerita yang diucapkan langsung oleh mereka. Pemandangan yang biasa kami lihat hanya sekilas, kami perhatikan lebih lama dan kami menjadi lebih mengerti hal-hal yang mereka rasakan. Tak pernah kulihat senyum, tawa dan keceriaan mereka hilang. Mereka saling mengobrol, saling berjualan, dan saling berbagi cerita. Mereka dengan bangga dapat menceritakan kesuksesan anaknya yang sudah selesai kuliah, sudah bekerja, dan sudah merantau. Pengalamanku kali ini juga memunculkan sebuah ide untuk menulis sebuah puisi tentang mereka (yang mungkin akan dipublish setelah tulisan ini #sedikitspoiler).

Ketika sudah waktunya kami semua sudah diperbolehkan kembali, kami segera keluar dari pasar dan mencari tebengan lagi. Awalnya sangat sulit karena jarangnya pickup yang lewat, dan jika ada, mereka tidak bersedia mengantar kami. Kami sudah berputus asa dan berencana naik bus saja. Namun berkat kebulatan tekad teman-teman dan saling menguatkan diri, kami berbulat hati menunggu pickup. Setelah sekian lama, ada pickup yang habis mengangkut material mau mengangkut kami. Bahkan tujuan kami searah hingga wisma Santhi Dharma. Sungguh diluar harapan kami, karena kami pikir kami harus menunggu pickup lagi sesampainya di pertigaan Demak Ijo. Karena waktu tiba kami lebih cepat dari rencana, maka kami memutuskan untuk menunggu di depan sebuah toko hingga satu persatu teman-teman dari pasar lain tiba dengan pickup juga.

Malam harinya, beberapa dari kami menceritakan pengalaman mereka hari itu. Banyak pengalaman mereka yang membuatku terkesiap dan cerita mereka sungguh mengharukan. Hari itu, kuakhiri dengan banyak merenung, bersyukur dan berpikir.

Di hari-hari berikutnya, kami lebih banyak mendengarkan materi-materi seperti biasanya. Namun pada suatu malam, kami mendengarkan sebuah materi menarik mengenai diskusi antarumat beragama oleh Gus Irwan. Disini kami sangat antusias. Semua orang tertarik untuk bertanya, begitu pula aku. Aku meyakini bahwa perbedaan diciptakan bukan untuk memecah belah, tapi saling melengkapi.

Banyak hal yang terjadi, banyak yang berubah dari kami dibandingkan awal-awal kami berada di wisma Santhi Dharma. Kami menemukan teman akrab kami, para cowok-cowok yang sangat kompak dengan topik deklarasi mereka (yang cewek-cewek tidak tahu apa maksudnya) dan banyak topik rahasia lain yang mereka diskusikan dalam arisan malam mereka, semakin kompak, peduli, senang membantu teman-teman lain dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Akupun mempelajari banyak ilmu baru, aku mempelajari strategi berorganisasi, public speaking, jurnalistik, dan teamwork. Aku juga belajar kontrol diri, menjadi lebih berani dan lebih kritis dalam menerima sebuah topik.
Di hari terakhir kami mengikuti AM, kami mendapatkan kejutan bahwa pendamping kelompok yang selama ini mendampingi kami bukanlah orang-orang biasa, melainkan frater-frater. Dalam misa terakhir, kami satu persatu dibasuh kakinya oleh pendamping kelompok kami. Suasana haru pun terasa. Isak tangis terdengar dalam misa terakhir ini.

Aku menemukan keluarga baruku disini, disinilah sebuah lembaran baru dibuka, sebuah petualangan baru dimulai. Dari aku menjadi kita menuju masa depan dengan mendobrak zona nyaman demi impian. Karena kita warna warni generasi muda tak mengingkari identitas.

Salam cinta untuk dunia baruku,
Clara S

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contoh Essay LPDP 2022

AYD girls squad

Raya kala