Antologi Kisah Patah Hati: Kepingan 1 - "Pamit"

Yogyakarta, 23. 8. 19


Aku pamit ya?

Ternyata aku bukan perempuan yang tepat untukmu. Aku tak dapat memahamimu, tak cukup sabar menghadapimu dan tak bisa membantumu tatkala kau sedang depresi. Kau juga tak lagi bisa mempercayakan cerita apapun padaku, setiap topik yang akan kita bicarakan rasanya tidak pernah menemui titik temu. Aku bukanlah orang yang membuatmu ingin berubah dan menghargai ataupun memperjuangkan hubungan ini. Meskipun kita sama-sama lelah, nyatanya kita juga enggan saling mempertahankan hubungan ini. Lagipula, siapa yang mau punya hubungan serumit ini?

Kata semua orang, dalam sebuah hubungan, komunikasi adalah kunci dari hubungan yang baik. Namun ketika kau menghilang, kau seolah merasa tak ada pentingnya untuk menghubungiku. Kau tak mencariku sedikitpun, seperti aku tidak pernah ada. Jika aku mengirimmu pesan, kau tak pernah membacanya. Dan ketika aku menghilang, kau tak peduli. Kau tak menunggu pesan dariku, tak seperti aku yang selalu gelisah menunggu kabar darimu.

Aku muak memohon untuk menjadi prioritas, aku tidak pernah ingin memohon untuk itu. Aku hanya minta kau untuk memberi kabar, barang sekali atau dua kali sehari. Aku hanya ingin tahu, masih hidupkah? Baik-baik saja kah? Atau barangkali saja, kabar pamitmu dari hidupku, bab kau sudah bertemu wanita yang tepat untukmu. 

Kata orang lagi, memberi kabar adalah hak. Sebuah kutipan yang seharusnya membuatku tenang, namun justru membuatku tambah sakit. Se-tidak berhak- itu kah aku untuk mengetahui kabarmu? Pikiran itu membuatku semakin ragu. Sebenarnya, siapakah aku bagimu? Apa benar kamu masih mengasihiku? Barangkali saja, kau menganggap semuanya usai sejak tiga bulan yang lalu? Rasanya aku berada di prioritas terakhir, sama seperti semua oranglain yang ada di dalam lingkaranmu.

Terkadang ingin rasanya aku membalas semua ini padamu, supaya kau tahu rasanya kehilangan seseorang selama ini, namun rasanya sia-sia saja. Semua itu karena satu alasan: kau sudah berhenti peduli. Tak peduli jungkir balik usahaku memohon perhatianmu, kau takkan kembali. Kau sudah mangkir sejak 3 bulan yang lalu. Meski ragamu telah kembali, bersua dan mendekapku, rasanya, jiwamu telah kau jual dan tak pulang dari sana. Untuk apa aku memohon seseorang tinggal, jika memang mereka sudah tak mengingininya lagi? Aku tak sepantasnya menghinakan diri hanya untuk perhatian dari seseorang.

12 minggu menunggu, dan aku masih terkagum pada diriku selama 12 minggu ini; bagaimana ia bisa dengan bodohnya sabar menanti seseorang yang tidak mengharapkannya lagi.

Semoga suatu saat kau berjumpa dengan wanita yang tak lagi membuatmu merasa lelah. Hingga saat itu datang, kudoakan agar kau bahagia selalu.

Dari,

seseorang yang mencintaimu, namun memilih untuk lebih mencintai dirinya sendiri. 

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Essay LPDP 2022

AYD girls squad

Raya kala