Tentang Sebuah Nama

Aku dipanggil dengan begitu banyak nama.


Nama “Lala” terpatri dalam ingatan tentang masa kecil,

nama yang dulu kueja sebagai Alal sebelum mengenal huruf dengan benar.

Nama yang perlahan kutinggalkan,

ketika mulai lelah menjawab candaan orang dewasa

yang mencari Teletubbies merah sambil bertanya, “mana Po?”


Tumbuh dewasa, aku memperkenalkan diri sebagai “Clara,”

nama yang di lidah banyak orang berubah rasa,

seperti kopi yang sama diseruput dengan selera berbeda.

Maka lahirlah Ara, Cla, Clay, Claire

empat tegukan dari satu nama yang sama.


Saat hatinya dilanda sendu, ia menjelma menjadi Lara

serupa sajak-sajak yang menampung air matanya.


Ada pula Mbel, Dom, Lenong, Neng—

julukan-julukan ajaib yang hanya bisa lahir

dari sahabat paling dekat,

yang setiap candanya punya cerita,

dan tiap cerita menemukan namanya sendiri.


Orang-orang kerap pula memanggilku Cece,

nama yang melekat dari warisan tumpah darah nenek moyang,

Sematan yang masih belajar untuk kupeluk dengan damai perlahan-lahan


Semakin lama aku mengerti, sebuah nama bukan sekadar sebutan.

Ia menempel seperti serpihan perjalanan,

menandai siapa aku di mata yang berbeda-beda.

Dari semua itu, aku belajar:

nama adalah cara orang menunjukkan cinta.


Kemudian datanglah julukan-julukan baru:

Miss, Frau, Ibu Guru—

nama yang tidak terucap belaka,

tetapi jadi panggilan yang dihidupi sehari-hari.


Saat anak-anak kecil berambut keriting

dengan mata berbinar memanggilku “Ibu Guru,”

aku tahu itu lebih daripada sapaan.

Itu adalahamanah dan pengingat

bahwa julukan ini tak terbatas waktu;

Sekali menjadi guru, selamanya menjadi guru.


Dan dalam mengembannya,

tak sedikit hal yang rasanya dapat mencobai dan menodai panggilan itu.

Setiap harinya, hatiku dipenuhi tanya:

Apakah aku sudah menjadi teladan yang baik?

Apakah aku sudah menemani anak-anak dengan baik?

Apakah mereka akan hidup baik?


Pengalaman menjadi guru di tempat terjauh negeri ini

membuatku mengingat masa bersama guru-guru,

yang telah menjadikanku sebagaimana aku saat ini.

Mengingat ketekunan mereka, kesetiaan mereka

untuk setia pada hal-hal sederhana

yang mereka percaya dapat membentuk jiwa-jiwa muda.


Maka untuk setiap guru yang telah mengajar, membimbing,

yang menuntun kita dengan harapan dalam hati.

hari ini kita merayakan mereka.


Selamat Hari Guru,

Untuk mereka yang hingga kini masih terus mengabdi,

Semoga diberi kelapangan dada,

Senantiasa menyalakan cahaya dan membuka cakrawala

untuk menuntun generasi yang akan datang.


Sekejap menemani, seumur hidup jadi memori yang terpatri,

Sekali mengabdi, seumur hidup menginspirasi.


CS, Tubaba, 24. 07. 25

Comments

  1. Selamat hari guru bu clara
    Keren banget ๐Ÿ˜

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

AYD girls squad

Raya kala

Sesuatu di Maluku