Florence Nightingale


Resensi buku2:
|Judul: Florence Nightingale, Malaikat Pembawa Lentera.
|Sumber:
|Penerbit:PT. Elex Media Komputindo
|Kode: Seri Tokoh Dunia No. 15
|Penulis: Sie Swe Cen
                            
Florence lahir pada 12 Mei 1820, ketika keluarga Nightingale sedang berlibur ke Italia, lahirlah putri kedua mereka. Dan diberi nama sesuai dengan tempat kelahirannya, Florence.

Tahun 1821, saat Florence berumur 1 tahun, keluarga Nightingale kembali ke Inggris, mereka membangun Villa Lea Hurst, untuk masa libur musim panas. Mereka juga membeli tempat tinggal di Embley. Selama musim semi atau musim gugur, mereka bergantian berlibur di London.

Tahun 1833, saat Florence berusia 13 tahun, ayahnya, William, memutuskan untuk mendidik sendiri kedua putrinya, Florence, dan kakaknya, Parthe. Florence suka belajar, dan suka mengajukan pertanyaan, sedangkan Parthe, tidak tertarik dengan, pelajaran – pelajaran yang diberikan oleh ayahnya.

Sejak berumur 13 tahun, Florence suka membuat buku harian, pada 2 Juli 1937, saat Florence berumur 19 tahun membuat catatan “Tuhan bebicara pada saya, Dia menghendaki saya berbuat sesuatu untukNya”. Sejak mendengar suara Tuhan, Florence berbuat baik kepada sesama, dari menyumbang uang, makanan, pakaian, merawat orang sakit,sampai mengajar membaca.

Saat Florence berumur 24 tahun, Florence dilamar oleh Robert, teman yang sudah lama ia kenal, karena kesamaan hobi dan minat, Florence bersahabat dengan Robert. Tetapi Florence menolaknya, meskipun Robert dengan setia menunggu anggukan Florence, akan tetapi, Florence selalu menolaknya. Suatu malam, Florence mengutarakan cita – citanya menjadi perawat. Kakaknya, Parthe kaget, ayahnya, kesal, marah, dan bingung, mamanya marah besar. Pada masa itu, jarang terjadi wanita muda bekerja, selain dari keluarga miskin. Apalagi yang ingin dilakukan Florence adalah pekerjaan merawat yang dianggap hina, dan tabu dilakukan keluarga bangsawan. Akan tetapi, karena keinginannya untuk menjadi perawat, ia mempelajari buku – buku tentang kedokteran, meski keluarga masih menentangnya. Sampai akhirnya, Florence tidak kuat menahan beban tekanan keluarga Florence jatuh sakit. Keluarga Barcebridge, teman dekat keluarga Nightingale, membujuk orangtua Florence, untuk membiarkan Florence pergi berlibur. Florence diajak keluarga Barcebridge pergi ke Roma, saat pergi ke sebuah restoran, keluarga Barcebridge bertemu dengan suami istri Sidney Herbert, mereka memiliki jiwa sosial tinggi, sehingga terkenal dimana – mana. Florence dikenalkan dengan suami istri Sidney Herbert, dengan cepat, Florence dan suami istri Sidney Herbert akrab, bahkan sering mengunjungi satu sama lain. Sampai suatu kali Sidney Herbert mengomentari berita tentang rumah sakit Inggris yang tidak beda jauh dengan tempat pembuangan sampah; kotor, bau, dan kumuh. Lalu Florence mengomentari juga, katanya “Kalau keadaan rumah sakit tidak dibenahi, jelas kian hari kian hancur. Menurut saya, menyediakan tempat tidur yang bersih dan makanan yang bergizi lebih berarti daripada sekedar menghibur orang sakit.” Suami istri Sidney Herbert terpana mendengar jawaban Florence yang seperti perawat berpengalaman, sampai – sampai, istri Sidney mengira Florence sudah menjadi perawat tingkat tinggi. Suami istri Sidney Herbert mendukung bila Florence belajar di sekolah perawat, dan menjadi perawat, karena melihat niat Florence yang menggebu – gebu. Akhirnya hati ayah Florence pun luluh juga, ia simpati dan mendukung niat Florence menjadi perawat, ayahnya memberi -kannya bekal uang sebagai bukti simpati dengan Florence, karena ayahnya tidak dapat berbuat apa– apa selain memberinya bekal uang. Tahun 1852, Florence tiba di rumah sakit sosial, kota Kaiserswerth, Jerman, untuk mengikuti pendidikan perawat selama 3 bulan. Dalam masa pendidikan, dia juga melihat pembedahan yang saat itu tabu bagi kaum wanita. Dia sangat senang membantu dalam pembedahan ini. Ia tak lupa mengirim surat kepada suami istri Sydney Herbert, ia berterimakasih banyak karena berkat bujukkan suami istri Sydney Herbert, ayahnya mengijinkan Florence pergi belajar di sekolah perawat.

Maret 1854, meletuslah perang Krim, Florence mendapat berita mengenai keadaan rumah sakit darurat di medan perang amat tragis. Dengan keberaniannya, ia membawa serta 38 perawat, melewati selat, tiba di rumah sakit darurat. Selama 21 bulan, di pernah absen meronda para tentara yang luka, sehingga dijuluki “malaikat pembawa lentera”

Seorang dokter rumah sakit darurat medan perang, pernah menulis mengenai dia dalam surat yang dikirim ke keluarganya, dokter itu menceritakan tentang Nightingale yang menghargai setiap jiwa pasien yang dirawat di rumah sakit darurat, asal ada setitik harapan hidup, tentu tidak ada alasan untuk membiarkannya mati.

Juli 1856, perang berakhir. Sesaat dia masih tinggal di Rumah Sakit Scutari, membereskan sisa pekerjaan yang belum selesai, lalu kembali ke Inggris secara diam – diam. Setelah melihat sendiri banyak kekacauan, lingkungan yang kotor, rintihan dan kematian di medan perang, maka Florence tetap bertekad untuk menyumbangkan seluruh hidupnya untuk orang sakit, selain itu, juga giat membenahi fasilitas rumah sakit.

Untuk berterimakasih atas segala jasa Florence di Krim, rakyat Inggris menyumbang sejumlah uang dengan mendirikan “Yayasan Nightinghale”. Setelah dia kembali ke Inggris, dia menggunakan uang tersebut untuk mendirikan sekolah perawat, melanjutkan karya sosial demi kesejahteraan sesama.

Akibat kelelahan dan kurang istirahat, kesehatan Florence terus menurun. Tahun 1896, dia tak pernah lagi keluar dari kamar. Di masa tuanya, Florence menyukai bunga dan kucing, tetapi ia tak suka dikunjungi orang seperti orang sakit.

13 Agustus 1910, Florence yang menginjak usia 90 tahun, meninggal dunia, petinya diangkat oleh 6 jenderal angkatan darat, dan dimakamkan di tanah makam keluarga East Wellow


#####################

Comments

  1. Resensi dari Lala:
    Si pembawa lentera Florence Nightingale, yang baik hati dan rela menguras waktunya untuk para pasien di Rumah Sakit yang jaman dulu terlihat seperti pembuangan sampah; kotor, bau, kumuh, jorok, dsb. disini, kita dapat melihat seberapa pentingnya kebersihan untuk kita, dan betapa pentingnya nyawa seseorang bagi Florence.

    Begitu juga kita. kitapun harus menghargai nyawa seseorang, mulai dari bayi, sampai orang jompo. belakangan, kita melihat di koran - koran berita yang kebanyakan adalah tentang pembunuhan dan bunuh diri, sepertinya, bagi orang - orang jaman kini, nyawa hanya seperti hal yang sepele. ayo sadarkan diri sendiri dan sesama kita, bahwa betapa pentingnya nyawa kita semua.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contoh Essay LPDP 2022

AYD girls squad

Raya kala