Selamatkan Cici!!!
Pada waktu
itu, aku, bersama teman – teman Home Schooling berjanji akan bertemu di rumah
Satrio, kami akan belajar proses pembuatan boneka, seperti boneka unyil.
Bersama Pak Bagong, kami diajari langkah – langkah pembuatan boneka dari kertas
tersebut.
Pak Bagong berharap, agar kelak kami
bisa membuat sebuah pertunjukkan dengan boneka hasil karya kami sendiri. Dan kami pun sempat menampilkan persiapan awal kami pada acara Pak Bagong di Taman Budaya Yogyakarta
sebelum pementasan di depan publik.
Kebetulan, Om
Adam (pecinta hewan, dan juga sutradara dari Orka Film) sedang mempersiapkan sebuah
acara di LIP, tentang perlindungan hewan. Kami ditawarkan untuk ikut serta
dalam acara yang melibatkan “Gerakan Senyum Bersama” ”Blekothek” dan berbagai
acara lain, yang diselenggarakan pada tanggal 8 Februari.
Maka, kami
memutuskan untuk membuat panggung boneka, yang bertema tentang penyiksaan hewan
di dunia sirkus. Dan kami mengambil lumba – lumba, sebagai contohnya. Alasan
kami mengambil lumba – lumba, karena yang sering ditampilkan di depan umum
adalah lumba – lumba, dan perjalanannya dari diculik dari laut sampai dilatih
sangat menyiksa. Selain itu, lumba – lumba adalah hewan yang lucu, baik, dan
ramah. Sehingga, banyak alasan kuat menjadikan lumba - lumba ini, jadi tokoh utama.
Kami sempat
berdebat seru juga, tentang nama apakah yang tepat untuk lumba – lumba kami
ini. Setelah perdebatan yang sangat heboh, kami memutuskan untuk menamainya
CICI. Kenapa Cici? Kenapa tidak Dolphino, atau nama yang lain? Disini kami
maksudkan bahwa, Cici ini masih kecil, umurnya masih beberapa bulan, dan supaya
terkesan lebih ”unyu” :P
Setelah kami berunding nama yang terbaik untuk
lumba – lumba. Kami merundingkan waktu latihan, kami memutuskan untuk latihan 2
kali seminggu. Dan setelah memutuskan jadwal, kami menyatukan ide untuk alur
cerita. Sedangkan aku menjadi juru ketik dan naratornya.
Kami sudah
latihan beberapa kali. Dan waktunya menunjukkan skenario pada Pak Bagong. Menurut
Pak Bagong, skenario ini terlalu berat untuk kami, sebagai pemula. Maka, kami
mengubah konsep pementasan dari awal lagi, tanpa mengubah pesan yang ingin kami
sampaikan. Kali ini, kami diminta membuat cerita tentang Cici. Lalu
dikumpulkan. Setelah itu, dibaca masing – masing, dibahas, dan disatukan. Kami
mulai membagi tugas; siapa yang menjadi Cici, siapa yang menjadi Narator, siapa
yang menjadi Punyu, siapa pemain
musiknya, dsb.
Aku menjadi
pemain musik, aku memlih memakai suling bambu, karena selain lebih praktis,
lebih gampang memainkannya, suaranya juga lebih menyatu dengan“alam” :D. Sang
menjadi Narator, Ken dan Bagas menjadi penata properti, Satrio sebagai Punyu,
Dika sebagai Cici, Bunga sebagai penata properti, Laras sebagai “asisten Cici”
:p (Ken juga menjadi pembaca puisi lhooo)
Kamipun mulai
berlatih seperti biasa. Ditambah dengan sedikit ralat dan tambahan. Terkadang
kami pesimis dengan pertunjukkan yang akan kami adakan. Tapi orangtua kami selalu
menyemangati, supaya tetap “cemungut” :p…
propertipun juga mulai digarap dan ditambah, sekaligus meminjam panggungnya Pak
Bagong :)…
Hari pementasan sudah semakit dekat… eh… tiba –
tiba aku sekeluarga sakit…. Setelah sembuh, giliran satu per satu anak – anak
HS ikut kebagian sakit… mungkin karena kecapekan. Maka, 2 hari sebelum
pementasan, kami memutuskan untuk total
rest supaya tidak ada yang sakit lagi. Dan bertemu waktu pentas.
Saat pentas pun tiba, pentas t’lah tiba… hore!, hore!!
HORE!!! Lho… kok malah nyanyi… hihihi… hari pentas sudah tiba, aku nggak sabar
untuk turun dari mobil, dan menyapa teman – teman. Sebelum pentas, kami
kebagian untuk Gladhi Resik dulu, atur tata tempat, dan sebagainya.
Aduh!!! Deg
–degan nih… lihat, betapa penuhnya auditorium LIP ini!!! MC sudah memulai
pembukaan, dan pengantar… dan… waktunya tampil! Tubuhku rasanya enggan sekali
untuk pergi kesana, tapi kakiku membawaku kedepan panggung. Memainkan suling.
Dan adegan demi adegan terus bergulir, sedangkan aku terus memainkan suling.
Akhirnya pertunjukkan selesai juga. Tepuk tangan begitu meriah, dan kami
diminta untuk sedikit menyapa dan menjelaskan apa maksud dari pentas ini.
Setelah selesai
pentas, kami menyaksikan pentas berikutnya, dan juga menonton film
dokumenter “Ghubi 2”. Setelah itu, kami saling berpamitan, pulang. Dadaaaaagh!
Comments
Post a Comment